Musim hujan 15 tahun lalu.
Tak banyak kutahu tentangmu. Hanya potongan kisah pecah belah. Itupun buah dari menguping obrolan orang dewasa di sudut surau. Kurasa orang dewasa banyak yang mengagumimu. Bahwa kau adalah putri dari seorang yang hebat. Bahwa kau sendiri hebat. Ibumu, kakekmu, bahkan suamimu, adalah orang hebat. Lalu aku tertarik untuk memperhatikanmu.
Musim hujan 10 tahun lalu.
Aku mulai mengerti tentang kemuliaanmu. Bahkan dengan akal dangkal, sudah dapat kupahami bahwa kau lebih DARI pantas untuk dicintai. Kau, satu dari berjuta wanita yang sepatutnya kujadikan cermin. Ya, sejak itu aku mulai mencintaimu.
Musim hujan lima tahun lalu.
Kau mulai menghiasi tingkah lakuku. Aku benar-benar ingin menjadi sepertimu. Kau teladan terbaik bagi seluruh wanita di muka bumi. Darimu, aku belajar tentang berhijab dengan syariat. Darimu, aku belajar menjaga harga diri dan hati. Kau, mampu melakoni banyak peran dengan sempurna. Kau, Fatimah Az-Zahra, putri manusia pembawa cahaya, Muhammad saw.
Musim hujan tahun ini.
Aku hampir lupa tentangmu. Tak lagi kau kujadikan cermin. Tak lagi kau menghiasi tingkah lakuku. Aku kini disibukkan dengan obrolan-obrolan picisan. Aku lalai menjaga hati. Akhh, sosokku kini terlalu busuk untuk diungkapkan dalam kata.
Fatimah Az-zahra ra. Lima, sepuluh, bahkan lima belas tahun lalu, aroma kemuliaanmu masih lekat di udaraku. Tapi kini debu-debu fatamorgana telah menghapus sebagian aromamu disini. Aku kalang kabut. Kau semakin usang di pernapasanku. Aku.. entahlah seburuk apa aku kali ini.
Hujan hari ini.
Hujan hari ini terasa begitu keras membentur ubun-ubun. Ah, jika bisa kutemukan kau di antara hujan, maka akan kuminta Allah menurunkannya lebih lama. Agar bisa ku perhatikan kembali detail tingkahmu. Agar hidup kembali cintaku padamu.
Kau belum mati di hatiku, Wahai Fatimah! Aku hanya terlalu dalam menimbunmu. Entah detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, entah kapan.. aku berjanji (InsyaAllah), kau akan kembali mengharumi segala sudut kehidupanku.
Kau terjamin masuk surga.
Berarti kau tahu jalan menuju sana, bukan?
Untuk itulah aku menuruti jalanmu.
Kuharap aku menjadi bagianmu kelak.
aamiin.